Sekilas Kerajaan Saunggalah

Menurut Ali Sasramidjaya, penulis buku "Data Kala Sejarah Kerajaan – Kerajaan di Jawa Barat" disebutkan bahwa kala berdirinya kerajaan Saunggalah adalah mulai dari tahun 645 – 1262 Caka = 617 tahun candra, atau dalam hitungan Masehi mulai dari tahun 748 – 1346 Masehi. jadi keberadaan kerajaan ini, berdiri selama 598 tahun. 

Berikut ini ada para penguasa kerajaan Saunggalah :

Kala645 – 696 Caka (748 – 797 Masehi)  = 51 tahun.
Penobatan diSaunggalah 1
NamaDemunawan (77-128 tahun)
GelarSeuweukarma, Rahyangtang Kuku, Sang Resiguru Demunawan
IstriDewi Sangkari alias Sari Legawa, adik Jagat Jaya Nata alias Sang Pandawa alias Prabu Wiragati alias Jaksa Wiragati, raja Kuningan.
Anak1. Tambakwesi (0 - 51th).
2. Tambakbaya, kelak menjadi ahli menulis pada lontar, diantarnya hal sejarah
PeristiwaDalam tahun 645 C (748 M),  Prabu Wiragati, raja Kuningan, turun tahta dan menjadi Resiguru di Layuwatang, mandala bekas pertapaan Rajaresi Dewaraja Suraliman Sakti raja Kendan II.
CatatanSetelah Prabu Wiragati turun tahta, Sempakwaja mendirikan kerajaan Saunggalah, mendirikan istana di Saunggalah dan mengangkat putranya, Demunawan sebagai Prabunya di bekas kerajaan Kuningan.
PenjelasanDemunawan ialah putra ke 2 Rababu dan Sempakwaja
Wafat696 Caka (797 Masehi) Demunawan wafat dalam usia 128 tahun; jadi lahir 568 Caka


Kala696 – 747 Caka (797 – 847 Masehi)  = 51 tahun.
Penobatan diSaunggalah 2
NamaTambakwesi (51-102th).
Istri(tidak diketahui)
AnakKreta Manggala


Kala0747 – ....Caka (847 – .... Masehi)  = .... tahun?
Penobatan diSaunggalah 3
NamaKreta Manggala / Kerta Negara
Istri(tidak diketahui)
Anak1. Déwi Kencanawangi, bersuami Sang Manarah 
2. Déwi Kencanasari,  bersuami Sang Banga





Sementara Silsilah Raja-Raja yang memerintah di Saunggalah, yang saya ketahui sebagai berikut :

1. Resiguru Demunawan
Berkuasa mulai tahun 645 – 696 Caka (748 – 797 Masehi): 51 tahun, Penobatan di Saunggalah. Ia bergelar Seuweukarma, Rahyangtang Kuku, Sang Resiguru Demunawan.
1. Permaisuri Dewi Sangkari, putri Sang Pandawa alias Prabu Wiragati, raja Kuningan.
2. Permaisuri Sari Legawa, putri Sang Jantaka, mempunyai anak :
2.1. Tambakwesi (0 -51 th)
2,2. Tambakbaya, kelak menjadi ahli menulis pada lontar, diantarnya hal sejarah.
2.3. Sari Banon Kencana

Selama pemerintahannya terjadi peristiwa pada tahun 645 C (748 M), Sang Pandawa alias Sang Wiragati, raja Kuningan, turun tahta dan menjadi resiguru di Mandala Layuwatang, mandala bekas pertapaan Rajaresi Dewaraja Sura Liman Sakti raja Kendan II. Setelah Pandawa turun tahta, Sempakwaja mendirikan kerajaan Saunggalah, mendirikan istana di Saunggalah dan mengangkat putranya, Demunawan sebagai Prabunya di bekas kerajaan Kuningan.

Rajaresi Sempakwaja memberikan  kerajaan Galunggung dan seluruh negara bawahannya kepada Demunawan sebagai putranya dalam upaya menandingi kerajaan Galuh yang saat itu sedang bergejolak perebutan kekuasaan. Daerah kekuasaan Demunawan meliputi : Layuwatang, Kajaron, Kalanggara, Pagerwesi, Rahasea, Kahuripan, Sumajajah, Pasugihan, Padurungan, Darongdong, Pagergunung, Muladarma dan Batutihang.


2. Prabu Tambakwesi
Sang Tambakwesi Raja ke-2 Kerajaan Saunggalah. 

Mulai berkuasa tahun 696 – 747 Caka (797 – 847 Masehi) : 51 tahun.  Penobatannya di Saunggalah 2.  
Prabu Tambak besi  berusia 51-102 tahun. Permaisuri Sari Arum. Berputra :
1.  Adi Hata
2. Kretamanggala atau Kerta Negara


3. Prabu Kretamanggala (Kerta Negara)
Sang Kretamanggala naik tahta menjadi raja ke-3 Kerajaan Saunggalah. Mulai berkuasa pada tahun 747 (847 Masehi). Penobatannya di Saunggalah 3.

Permaisuri Dewita Kencana, berputra 
1. Déwi Kencana Wangi, bersuami Sang Manarah atau Ciung Wanara 
2. Déwi Kencana Sari, bersuami Sang Banga.


4. Resiguru Darmasiksa
Tahun Pemerintahan 1175 M - 1187 M
Prabu Darmasiksa adalah putra dari Prabu Darmakusuma Raja Sunda dari permaisuri Ratna  Wisesa. Darmasiksa menikahi putri mahkota Saunggalah, Sehingga pada tahun 1175 ibukota  Kerajaan Sunda berpusat di Saunggalah. Darmasiksa berputra Rahiyang Jayagiri atau Rahiyang Jayadarma dari istrinya yang ke tiga yang bernama Dewi Suprabha Wijaya Tunggadewi dari Sriwijaya. 

Pangeran Jayadarma menikah dengan Dewi Naramurti yang bergelar Dyah Lembu Tal putrinya Mahisa Campa dari Jawa Timur. Jayadarma berputra  Nararya Sanggramawijaya  atau lebih dikenal dengan nama Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit. Jayadarma meninggal di usia muda, sehingga Dyah Lembu Tal kembali ke Jawa Timur membawa Raden Wijaya atas izin Prabu Darmasiksa.   Tahun 1187 Masehi Ibukota Kerajaan Sunda perpindah dari Saunggalah ke Pakuan  
                                                                               
5. Prabu Ragasuci (Rakryan Saunggalah0
Tahun Pemerintahan 1297 - 1303 M, permaisuri Dara Puspa putri Prabu Trailokyaraja Maulibusana Warmadewa dari Kerajaan Melayu Darmasraya.
 
6Prabu Cakrawati
Tahun Pemerintahan 1033 – 1074 Caka  (1139 -1177 Masehi)  : 41 tahun

7. Prabu Langlangbhuana  
Prabu Langlang Bhuana Saunggalah adalah mertua Raden Ajimantri / Raden Keling Sakawayanadari istrinya Nyimas Angkong Larangan.

8. Ratu Selawatidiperistri oleh Syekh Bayanullah dari Cirebon

9. Adipati Suranggajaya menantu Ratu Selawati

Ini adalah silsilah raja-raja dari keturunan Tarumanagara, Galuh, Sunda, dan Saunggalah; terutama berkaitan dengan tokoh Resiguru Demunawan atau disebut pula Sang Seuweukarma, atau Ranghiyangtang Kuku atau Sang Kuku, raja dari Kerajaan Saunggalah Kuningan (723 – 774 M). Terlihat bahwa terdapat pertalian hubungan darah antara kerajaan yang ada di Jawa Barat ini, yaitu dari adanya hubungan pernikahan antar anggota keluarga Kerajaan Tarumanagara – Galuh – Sunda – Saunggalah.


Kalau kita mengungkap kembali eksistensi Kerajaan Saunggalah Kuningan yang dipimpin oleh Resiguru Demunawan, ada peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi berkaitan dengan peranan tokoh tua dari Saunggalah ini yang berhasil membawa Kerajaan Saunggalah sebagai satu kerajaan “penting dan menentukan”  di tengah-tengah pergaulan dengan kerajaan lainnya, khususnya di Jawa Barat, pada kurun waktu abad ke-8 Masehi. 

Peranan Resiguru Demunawan itu antara lain berhasil menjadikan Kerajaan Saunggalah sebagai kerajaan “besar” menurut ukuran zaman waktu itu, mampu mensejajarkan diri dengan kebesaran Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda yang telah berdiri terlebih dulu. Selanjutnya Resiguru Demunawan juga merupakan tokoh yang dipercaya untuk menengahi pertikaian ketika terjadi perang saudara antara Manarah (Ciung Wanara) dengan Rahyang Banga di Galuh pada tahun 739 Masehi.

Melihat kondisi umum abad ke-8 Masehi di Jawa Barat, penulis sejarah banyak yang terpaku perhatiannya pada kebesaran dan kejayaan raja Sanjaya yang berhasil menyatukan Kerajaan Galuh dan Sunda. Padahal di lain pihak masih ada satu kerajaan di Jawa Barat yang tidak ditundukkan oleh Sanjaya dan dibiarkan tetap berdiri sebagai negara merdeka, yaitu Kerajaan Saunggalah. 


Sikap Sanjaya demikian disebabkan ketaatan Sanjaya pada ayahnya, Prabu Sanna atau Sang Sena, agar Sanjaya bersikap lunak pada Kerajaan Saunggalah. Sikap Sanjaya terhadap Demunawan digambarkan dalam Pustaka Kretabhumi I/2 halaman 39-40 sebagai berikut :

Rasika tanana katakut ring Sang Demunawan ing Saunggalah, tathapyan mangkana sira tanan angga malurug ring kedatwan uwanira. Hetunya ayayah nira ya ta Sang Prabhu Senna haneng Medang ri Bhumi Mataram ri Jawa Wetan. Kumonaken ajnanihangta: kinon ta sarikadibyaguna ring santana praisantana nira. Haywatta sira lumage wwang sanak ya ta Sang Demunawan. Rumakettamuwang hatut madulur parasparo-pasarpana. Gorawa ning wwang atuha.

artinya :  
Ia tidak merasa takut kepada Sang Demunawan di Saunggalah, tetapi ia tidak berniat menyerang keraton uwanya, karena ayahnya yaitu Sang Prabu Senna di Medang di Bumi Mataram di Jawa Timur (sekarang Jawa Tengah) mengirimkan perintah begini: ia diharuskan bersikap mulia kepada sanak keluarganya. Tidak boleh ia memerangi kerabatnya, yaitu sang Demunawan. Hormatilah orang tua. (Danasasminta, 1983/1984: 68).

Pada tahun 732 Masehi Sanjaya dinobatkan menjadi penguasa Medang Bumi Mataram yang ditandai dengan pendirian prasasti Canggal yang berangka 654 Saka (6 Oktober 732 Masehi) (Sumadio, 1984: 98). Sanjaya mewarisi takhta di Medang Bumi Mataram dari ayahnya, Sang Sena (Sang Bratasenawa) yang menikah dengan Dewi Sannaha, yaitu puteri Mandiminyak (raja Galuh) dengan Dewi Parwati. Parwati adalah puteri pasangan Ratu Sima dengan Kartikeyasingha raja Keling (Kalingga) di Jawa Tengah. Ketika Ratu Sima wafat, Kalingga dibagi dua kepada Parwati dan adiknya, Narayana. Parwati memperoleh bagian utara yang disebut Bumi Mataram, sedangkan Narayana (bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala) mendapat bagian selatan dan timur yang disebut Bumi Sambara. Tokoh ini yang disebut Hyang Isora raja Balitar dalam CP (Danasasmita, 1983/1984: 51; Ekadjati et al., 1991: 5).


Sebagai konsekuensi dari kepindahan Sanjaya ke Mataram tersebut, maka wilayah kekuasaannya di Jawa Barat diserahkan kepada puteranya yaitu Tamperan Barmawijaya. Karena kepindahan Sanjaya ke Mataram inilah rupanya dianggap suatu moment oleh para penulis Sejarah Kuningan selama ini bahwa pada tahun 732 Masehi adalah berdirinya Kerajaan Saunggalah, yang mungkin dianggap telah lepas dari kekuasaan Sanjaya. Padahal seperti telah diterangkan terdahulu, Kerajaan Saunggalah berdiri tahun 723 Masehi atas bentukan Batara Dangiang Guru (Rahyang Sempakwaja) dan Kerajaan Saunggalah tidak pernah ditundukkan oleh Sanjaya (Kerajaan Sunda).

Dalam rangka hubungan dengan kerajaan lain, terutama yang ada di Jawa Barat, Resiguru Demunawan mempunyai peranan menentukan ketika berhasil mendamaikan perang saudara antara Manarah – Banga di Galuh tahun 739 M. Perdamaian akhirnya berhasil disepakati dengan dibuatnya keputusan sebagai berikut :

1. Negeri Sunda dari wilayah Citarum ke Barat dirajai oleh Sang Kamarasa alias Banga dengan gelar Prabu Kretabuana Yasawiguna Ajimulya.

2. Negeri Galuh dari wilayah Citarum ke Timur dirajai oleh Sang Surotama alias Manarah dengan gelar Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana.

3. Resiguru Demunawan masih menguasai negeri Saunggalah dan bekas Kerajaan Galunggung; dan Sanjaya tetap memerintah di Jawa Tengah. (Danasasmita, 1983/1984: 79-80).

Sebagai upaya mengukuhkan kerukunan antara keturunan Wretikandayun dan Tarusbawa ini, Manarah dan Banga dijodohkan dengan dua orang cicit Resiguru Demunawan. Manarah menikah dengan Kencanawangi, Banga menikah dengan Kencanasari. Dengan demikian berbaurlah darah Sunda-Galuh-Saunggalah. Hal ini kiranya menandakan bahwa telah terjadi upaya pembinaan kerukunan keluarga antara tiga kerajaan di Jawa Barat melalui ikatan pernikahan.

Peranan Resiguru Demunawan yang demikian menentukan dalam saat-saat keturunan Wretikandayun menghadapi kemusnahan karena pertikaian bersenjata, dalam CP dilukiskan sebagai berikut: “...Tembey sang resiguru ngayuga taraju Jawadwipa. Taraju mainya Galunggung, Jawa mati wetan…”, (mulailah Sang Resiguru mengatur kesetimbangan di Pulau Jawa. Timbangannya adalah Galunggung dan Jawa di sebelah Timur) (Atja, 1968: 28, 53).

Langkah yang diambil Resiguru Demunawan itu kiranya merupakan langkah politik yang bijaksana untuk kepentingan anak cucunya. Resiguru Demunawan telah berhasil menghapus noda darah yang pernah menggenangi keraton Galuh akibat perbuatan kakaknya, Rahyang Purbasora, yang merebut takhta Galuh dari Prabu Sanna (Sang Sena) pada tahun 716 Masehi.

Kerajaan Saunggalah lahir sebagai negara bawahan Galuh. didirikan oleh Prabu Wiragati pada tahun 671 Masehi. Perkiraan lokasi keraton Saunggalah di lereng Gunung Ciremai bagian selatan. Perkiraan sekarang di Kampung Salia, Desa Ciherang, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan.