Kisah Ronggeng Sadunya Ratna Inten Dewi Nawang Wulan Permaisurinya Prabu Aji Putih
Ketenaran tarian Ratna Inten lebih menonjol dari nyanyian atau suara tembangnya, sehingga ratna inten mendapat julukan Ronggeng Sadunya atau Ronggeng Sajagat, gelar kehormatan tersebut diberikan pada Ratna Inten karena kecantikan serta kepercayaan yang sangat kuat bahwa ratna inten merupakan gadis cantik titisan Sang Dewi Nawang Wulan dari Kahyangan. Ketenaran Sang Ronggeng bukan hanya dikalangan bangsawan atau orang istana Kerajaan saja tapi menyentuh hati para saudagar kaya yang tertarik dengan penampilan tarian yang khas dan luwes dalam setiap penampilannya, serta masyarakat kalangan jelata pun, mengenal dan mengagumi kecantikan dan tarian Sang Ronggeng Sadunya.
Ditengah kesibukannya dalam memenuhi undangan pentas tarinya sang ronggeng terkadang kewalahan karena terlalu banyaknya undangan untuk penampilan tariannya, sehingga terkadang terjadi perselisihan paham dan rebutan Sang Ronggeng Nawang Wulan untuk tampil menghibur ditempatnya, diantara para pengagum Sang Ronggeng terkadang terjadi keributan bahkan sering kali menelan korban karena ingin lebih dulu Sang Ronggeng tampil ditempatnya.
Penyebab keributan bukan hanya itu saja, terjadinya kecemburuan dari kalangan seniman sendiri karena dengan ketenaran Seni Doger Sang Ronggeng Sadunya menjadi sepinya pentas bagi mereka, sehingga ayah Ratna Inten Jagat Jayanata alias Jaksa Wiragati sangat mengkhawatirkan keselamatan putrinya, sehingga sering memberi nasihat-nasihat pada Ratna Inten agar berhati-hati, ketika menghibur penggemarnya, namun Jagat Jayanata tidak tega melarang atau membatasi bakat menari Ratna Inten yang mengalir semenjak kecil hingga berhasil menjadi penari yang sangat terkenal.
Karena banyak nya undangan atas dirinya membuat sang ronggeng terkuras waktu dan staminanya, sehingga terkadang kelelahan dan tertidur pulas, dan didalam tidurnya sang ronggeng sering bermimpi sama dan berulang-ulang bertemu dengan raja muda dan tanpan, sopan tutur katanya serta berwibawa, dan membawa hanyut perasaan asmara dihati Sang Ronggeng.
Di setiap kesempatan Ratna inten menceritakan mimpinya perihal pertemuan dengan pemuda tampan dan dia adalah seorang Raja, Sang Ronggeng meyakini bahwa mimpinya yang berulang-ulang itu suatu wangsit atau petunjuk dari yang maha kuasa bahwa Raja muda dalam mimpinya itu adalah jodoh pemberian yang maha kuasa pada dirinya kelak, akan tetapi ayahnya hanya menganggap mimpi putrinya itu hanya sebagai bunga tidur semata karena angan-angan putrinya mendapatkan pendamping hidup kalangan bangsawan dan itu sangatlah lumrah.
Dan akhirnya setelah Jagat Jayanata menimbang-nimbang cerita mimpi Ratna Inten itu termenung dan berbicara dalam hatinya ‘masih pantas Ratna Inten berharap calon pendampingnya dari kalangan bangsawan, karena Ratna Inten sesungguhnya masih terah raja atau cucu Raja Raja Saunggalah ke 1 antara 748–797 Masehi yaitu Raden Hindi atau Prabu Resi Demunawan atau Rahyang Kuku begitu juga ayahnya Jagatjaya Nata atau Jaksa Wiragati seorang penata kenagaraan kerajaan Galuh Prabu Purbasora, selayaknya Ratna Inten mendapatkan mimpinya itu. Dan dengan pernikahan mungkin itu salah satu upaya terbaik ketimbang melarang putrinya untuk berhenti menari, sungguh itu alasan yang tepat untuk menghapus kekhawatiranku pada Ratna Inten.
Di suatu waktu Jagat Jayanata atau Jaksa Wiragati memanggil putri kesayangannya dan mengutarakan maksudnya untuk menjodohkan Ratna Inten dengan putra mahkota Kerajaan Galuh, akan tetapi Ratna Inten menolak secara halus maksud ayahnya yang hendak menjodohkanya, Ratna inten menjawab saya mau dijodohkan dengan Raja muda yang hadir dalam mimpinya apabila lelaki dalam mimmpinya itu adalah putra mahkota Kerajaan Galuh saya menerima akan tetapi jika bukan saya akan tetap menunggu raja muda itu untuk datang meminangku, jagat jayanata tersenyum dan mengerti atas jawaban putrinya itu.
Setelah beberapa waktu tiba-tiba rombongan putra mahkota Kerajaan Galuh pun tiba untuk melamar Sang Ronggeng sadunya akan tetapi setelah bertemu ternyata bukan pemuda yang sering hadir dalam mimpinya, dengan pasti Sang Ronggeng menolak pinangan bangsawan Galuh tersebut, sehingga membuat putra mahkota tersebut pulang dengan sejuta kekecewaan karena Ratna Inten tidak bersedia untuk dinikahinya walaupun dengan maskawin yang bergelimang emas permata, di kemudian harinya rombongan saudagar pun datang hendak melamarnya dengan maskawin perhiasan emas picis kumelincing, emas intan jumanten benda berharga dan sangat mahal, akan tetapi mendapatkan jawaban yang sama seperti putra mahkota Kerajaan Galuh, sehingga pulang dengan perasaan hampa karena gagal untuk dapat mempersunting Sang Ronggeng Sadunya yang menjadi idaman hatinya.
Banyaknya rombongan yang hendak melamar ratna inten pun tersiar cepat keseluruh pelosok negeri, sehingga dusun sang ronggeng kerap sekali didatangi rombongan-rombongan yang hendak melamar dan juga kerap sekali terjadi peperangan antara rombongan satu dengan yang lainya, setelah menerima kekecewaan lamarannya ditolak oleh Sang Ronggeng tidak kuasa menahan cibiran dan sindiran dari rombongan pelamar yang baru datang di dusun tersebut, dusun yang dulu damai tentram berubah menjadi sebuah dusun yang sangat ramai karena banyaknya orang datang untuk melamar Sang Ronggeng dan menjadi sebuah dusun pertempuran.
Kembali Jagat jayanata atau Jaksa Wiragati memanggil putrinya karena situasi yang sangat memprihatinkan akibat banyaknya pelamar yang ditolak lambat laun berdampak buruk untuk Ratna inten dan ketentraman dusun-nya, kepekaan Jagat jayanata akan situasi tersebut terpaksa harus mendesak menanyakan siapa sebenarnya sosok lelaki bayangan mimpi putrinya itu? padahal yang datang melamar dari kalangan raja-raja gagah perkasa, kalangan ksatria, saudagar, akan tetapi semuanya ditolak, hendaknya Ratna Inten putriku memberitahu ayah siapakah namanya dan raja dari kerajaan mana yang selama ini di nanti?
Ratna Inten termenung karena sesungguhnya tidak tahu nama dan tempat berasal lelaki yang hadir dalam mimpinya itu, akhirnya ratna inten mengutarakan kenyataan tersebut kepada ayahnya, walaupun Sang Ronggeng sendiripun tidak mengetahui sampai kapan harus menunggunya dan tak tahu kemana harus mencarinya. Akan tetapi Ratna Inten bertekad menunggu dengan sabar hingga saatnya tiba.
Berita para pelamar sang ronggeng makin banyak yang ditolak makin banyak yang punya niat dan makin penasaran untuk melamar sang ronggeng, diantaranya adalah seorang lelaki yang bernama Heulang Rawing bangsawan atau penghulu terah Jawa mencoba mempersiapkan lamaran dengan maskawin gamelan salawe bangunan, bukan emas berlian yang ia siapkan untuk maskawinnya karena mengingat Ratna Inten adalah seorang Ronggeng Sadunya pasti memerlukan gamelan Salawe Bangunan yang sengaja ia pesan dari ahli gamelan di daerah Jawa, gamelan tersebut terbuat dari perunggu dan ukiran-ukiran indah menghiasi gamelan untuk merajuk hati Sang Ronggeng, sehingga besar hati untuk mendapatkan Sang Ronggeng.
Dengan keyakinan nya maka Heulang Rawing tidak tergesa-gesa untuk melamar Ratna Inten, setelah persiapannya matang berangkatlah rombongan Heulang Rawing hendak melamar Ratna Inten, karena lamanya perjalanan tiba-tiba didahului oleh rombongan pelamar dari Kerajaan Tembong Agung dari Darmaraja, rombongan Prabu Aji Putih telah disambut oleh Jagat Jayanata atau Jaksa Wiragati karena Prabu Aji Putih anak dari kakaknya Arya Bimaraksa atau Sang Resi Agung.
Kemudian Jagat Jaya Nata atau Jaksa Wiragati menyerukan kepada putrinya supaya bergegas menemui tamu yang hendak melamarnya, dengan perlahan Ratna Inten berjalan menghampiri rombongan dari Kerajaan Tembong Agung dan setelah dekat dengan tamunya, Ratna Inten terheran-heran karena tamu yang berada dihadapanya itu seakan-akan sering bertemu dan pernah mengenalnya, untuk menjawab rasa herannya itu kemudian Ratna Inten bertanya siapakah anda sebenarnya karena saya merasa pernah bertemu dengan anda tapi saya tidak ingat kapan dan dimana kita pernah bertemu?
Sebelum Prabu Adji Putih menjawab didahului oleh Resi Agung Bima Raksa atau disebut juga Ki Balangantrang ayahnya Prabu Adji Putih, sebelum anakku Aji Putih menjawab, izinkanlah saya berbicara “sesungguhnya saya kaget bertemu Jaksa Wiragati ada di sini dan beliau adalah ayahmu Ratna Inten? perlu diketahui sesungguhnya aku adalah kakak ayahmu Jagat Jaya Nata jadi aku adalah uwakmu, alangkah baiknya jika lamaran ini diterima untuk mempererat kembali jalinan kekerabatan kita.’
Akan tetapi Ratna Inten bersikeras untuk menunggu lelaki impiannya yang memberikan harapan terbaik dari yang Maha Kuasa. Dan lelaki dalam mimpiku memberikan hadiah Tusuk konde bertuah, jika bisa memperlihatkannya dan sesuai dengan mimpiku maka saya bersedia menerima lamaran atau pinangannya. Sang Resi Agung Aria Bimaraksa dan Prabu Aji Putih tersenyum dan mengeluarkan tusuk konde bertuah tersebut seraya Prabu aji putih berkata : “Saya datang melamar dengan membawa Sripitakon sabda panglamar berupa lima lembar sirih hitam dan tusuk konde yang diinginkan”.
Setelah melihat apa yang terjadi bahwa lelaki dihadapannya itu benar-benar raja muda yang arif bijaksana yang sering hadir dalam mimpinya, Ratna Inten pun terperanjat kaget tidak percaya dan senang karena mimpinya menjadi sebuah kenyataan. Kemudian lamaran Prabu Aji Putih Raja Tembong Agung pun diterima, di tengah kegembiraan para pengiring rombongan Raja Tembong Agung kedua belah pihak merencanakan hari pernikahan yang dianggap baik, dan setelah itu rombongan Prabu Aji Putih pamit pada tuan rumah untuk kembali ke Tembong Agung dan mempersiapkan keperluan pernikahannya nanti.
Setelah rombongan Raja Tembong Agung pulang dari rumah Ratna Inten, tibalah rombongan Heulang Rawing dengan pembawa gamelan salawe bangunan hendak melamar, ketika tiba di dusun itu rombongan Heulang Rawing mendengar bisik-bisik orang kampung yang dilaluinya yang mengatakan, "Masih ada juga yang mau melamar Sang Ronggeng, padahal Sang Ronggeng sudah menerima pinangan Raja Tembong Agung sebagai calon suaminya” mendengar bisik-bisik orang dusun tersebut rombongan Heulang Rawing seakan belum percaya, dan mengajak rombongan nya bergegas untuk bisa sampai ditempat Ratna Inten, setelah beberapa saat tibalah rombongan ditempat Ratna Inten, sebagai pribumi Jagat Jaya Nata tetap menerima dan menjamu tamunya sebagaimana mestinya, namun heulang rawing sudah tidak sabar mengutarakan maksud dan ingin tahu kebenaran bisik-bisik orang dusun yang dilaluinya tadi.
Kemudian Jagat Jaya Nata membenarkan apa yang dikatakan orang-orang kampung atau dusun itu, bahwa putri saya Ratna Inten telah menerima lamaran Raja Tembong Agung beberapa waktu sebelum rombongan anda tiba di sini. Dan Ratna Inten pun sudah barang tentu menolak lamaran rombongan Heulang Rawing, sungguh kecewa Heulang Rawing mendengar kenyataan sangat pahit itu, setelah keyakinan nya yang sangat kuat bahwa lamaran dirinya lah yang pasti diterima Sang Ronggeng cantik jelita, dengan rasa kecewa yang sangat dalam akhirnya rombongan pun berpamitan pada pribumi.
Dengan penolakan Ratna Inten membuat Heulang Rawing gusar dan marah-marah karena tersinggung dan kecewa ditolak dan telah di dahului oleh Raja Tembong Agung, ditengah perjalanan pulang memerintahkan pada rombongan pembawa gamelan salawe bangunan untuk membuang gamelan tersebut jauh-jauh, untuk apa dibawa pulang atau bahasa sundanya carakang bongkang piceun kamalausma, gamelan salawe bangunan yang hendak dipakai tanda Sripitakon Sabda Pelamaran yang sangat antik itu akhirnya satu persatu dibuang di sepanjang jalan yang mereka lintasi.
Gamelan Salawe Bangunan yang dibuang ditempat berpisah diambil oleh orang-orang kampung yang kebetulan dilewati oleh rombongan Heulang Rawing yang kecewa, gamelan Salawe Bangunan terbuat dari bahan perunggu terdiri dari 25 wilah, bonang 17 wilah, jengglong 5 wilah, seperangkat gong, kendang indung, kulanter, kecrek dan jumlah gamelan salawe bangunan 25 wilahan dan berlaras pelog saptanada atau tujuh nada, gamelan tersebut sering disebut juga Gamelan Kromong, dan semua gamelan tersebut dibuang satu persatu disepanjang perjalanan pulang.
Berita Prabu Aji putih Raja Tembong Agung telah memboyong dan mempersunting Ratna Inten Ronggeng sadunya, tersiar ke seluruh pelosok, sehingga terdengar lagi oleh Heulang Rawing dan sungguh menyalakan api dendam asmara yang demikian membara, kemudian Heulang Rawing tidak kuasa menahan dirinya, sehingga ia membawa pasukannya untuk membuat keonaran dan kekacauan di daerah Kerajaan Tembong Agung.
Dan pasukan pimpinan Heulang Rawing membuat kekacauan dengan sangat kejam sekalikarena tidak segan membunuh siapapun yang menghalangi atau melawan pasukan Heulang Rawing yang mengamuk dan membabi buta, sehingga Raja Tembong Agung tidak bisa berdiam diri dengan keonaran itu, akhirnya pasukan Tembong Agung dikerahkan untuk menghalau serta menumpas para perusuh diwilayah Kerajaan Tembong Agung, Prabu Aji Putih pun ikut dalam penumpasan para pengacau pasukan Heulang Rawing.
Walau perlawanan sengit dari pasukan Heulang Rawing, tetapi pasukan Tembong Agung tidak gentar dan terus melawannya dan sampai akhirnya pasukan Heulang Rawing banyak berjatuhan korban dan membuat sisa pasukan Heulang Rawing tidak berdaya dan menyatakan menyerah dan takluk kepada Raja Tembong agung, kemudian Heulang Rawing beserta pasukannya ditangkap.
Prabu Aji putih memperlihatkan kearifan dan kebijaksanaannya sebagai Raja, dengan memberikan maaf dan ampunan pada Heulang Rawing serta pasukannya walaupun telah jelas merusak dan membuat keonaran yang sangat keji pada rakyat Tembong Agung, akan tetapi dengan kebesaran hati dan kemulian hati sebagai Raja Tembong Agung begitu nampak di depan mata musuhnya sendiri sehingga membuat Heulang Rawing dan sisa pasukannya merasa kagum dan malu kepada Raja Tembong Agung yang akhirnya Heulang Rawing serta sisa pasukannya dengan rela hati mengabdikan diri untuk Raja Tembong Agung.
Karena kesungguhan atas pengabdian Heulang Rawing dan pasukannya, Raja Tembong Agung kemudian mengangkat Heulang Rawing sebagai sesepuh atau Santoan Pangerucukan atau nama Situraja sekarang.
Karena Ratna Inten dipersunting oleh Raja Tembong Agung menjadi permaisuri Kerajaan Tembong Agung maka dikenalah Ratu ratna Inten Dewi Nawang Wulan yang makamnya telah terendam Bendungan Jatigede dan menjadi ibu dari salah satu Raja Sumedang Larang yang sangat kharismatik yaitu Prabu Bratakusumah alias Batara Tungtang Buana alias Praburesi Cakrabuana alias Prabu Tajimalela.
Demikian riwayat Ratu Ratna Inten Dewi Nawang Wulan yang saya dapatkan, kekurangannya mohon dikoreksi.
Salam Santun
Post a Comment