Sekilas Kerajaan Salakanagara
7 Orang Pendiri Kerajaan Medang Kahyangan Putranya Dharma Satya Nagara (Dewawarman V), Raja Salakanagara ke 5
Mugia Rahayu Sagung Dumadi
Ketika Dharma Satyajaya Warunadewa atau Dewawarman 5 atau Jaya Diningrat memerintah di Kerajaan Salakanagara menjadi Raja ke 5 antara 129-177 Caka atau antara 242-290 Masehi dari isteri lainnya yaitu Sri Nurcahya putrinya Sang Prabu Wisesa dan Sang Dewi Kencana, mempunyai 7 orang anak yang meninggalkan kerajaan Salakanagara untuk meneruskan misi Mula Stiwa Danikaya atau Misi Salakadomas ketetanagaraan, agama dan darigama, yaitu :
- Prabu Daniswara atau Sumaradira menjadi Raja Kerajaan Medang Kahyangan Pengiring dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkan ajaran Hindu ke wilayah Medang Kahyangan di sebelah Utara Sumedang Sekitar suku Gunung Tampomas. Situs makamnya ada di Blok Ciemutan Dusun Cilumping, Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang.
- Jaya Sampurna, pemangku Raja Kerajaan Medang Kahyangan dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkann ajaran Hindu ke wilayah Medang Kahiangan di sebelah Selatan Sumedang. Situs makamnya ada di lingkungan Parigi Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang.
- Tumenggung Indrasari, pemangku Raja Kerajaan Medang Kahyangan dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkan ajaran Hindu ke wilayah di sekitar sebelah Selatan Sumedang. Situs makamnya ada di dusun Parigi Kelurahan Pasanggrahan Baru, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang.
- Lara Sakhti, pemangku Raja Kerajaan Medang Kahyangan dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkan ajaran Hindu ke sekitar wilayah Medang Kahyangan di sebelah Timur Sumedang. Situsnya ada di Gunung Cisusuru, Dusun Sahang, Desa Dayeuh Luhur, Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang.
- Sukmana atau Resi Cupu, pemangku Raja Kerajaan Medang Kahyangan dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkan ajaran Hindu ke sekitar wilayah Medang Kahyangan di sebelah Selatan (pusat kota Sumedang sekarang). Situs makamnya berada di Gunung Cupu lingkungan Pasarean, Kelurahan Kotakulon, Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.
- Jaya Bhuana Ningrat atau Banas Banten, pemangku Raja Kerajaan Medang Kahyangan dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkan ajaran Hindu di sekitar wilayah Medang kahyangan di sebelah Utara. Situs makamnya berada di Kampung Banas Cibanten, Desa Babakan Asem, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang.
- Sanyak atau Sari Hatimah dan Dalem Tumengung Surabima, pemangku Raja Kerajaan Medang Kahyangan dari Kerajaan Salakanagara dan menyebarkan ajaran Hindu ke wilayah Medang Kahyangan di sebelah Selatan Sumedang. Situs makamnya berada di Cieunteung Desa Cipamekar Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang.
Pada umumnya situs kemandalaan berada pada puncak-puncak bukit dan ada juga tersebar di berbagai lokasi, baik situs yang berasal dari masa praasejarah maupun masa Medang Kahiangan Pengiring dari Kerajaan Salakanagara.
Ajaran baktha Hindu Syiwaisme yang tersebar ke berbagai wilayah kemandalaan pada jaman pengiring Medang Kahiangan dari Kerajaan Salakanagara di Sumedang antara tahun 252-290 masehi, pusat bakhtanya kemandaalaan tersebut berada di Puncak Manik Gunung Tampomas
Di Puncak Manik Gunung Tampomas terdapat 3 objek situs arkeologi, yaitu : lokasi pertama Puncak Manik Situs Batu Sandung, lokasi kedua Puncak Manik yang disebut juga bangunan berundak Sanghyang Taraje dan lokasi ketiga Puncak Manik adalah Situs Palinggihan.
Di lokasi pertama puncak manik ini ada tinggalan situs berupa Batu Sandung berbentuk segi empat yang pinggirannya dipahat ukiran tengkorak manusia dan arca binatang menggambarkan kepala harimau dan kepala monyet dengan muka tidak berhadapan, namun sayangnya telah rusak oleh alam.
Batu Sandung atau batu berbentuk kubus di Gunung Tampomas adalah Yantra, dalam falsafah hindu ada yang disebut Yantra. Yantra adalah alat atau simbol-simbol keagamaan yang diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkan kesucian. Yantra adalah bentuk "niyasa" atau simbol atau pengganti yang sebenarnya, yang diwujudkan oleh manusia untuk mengkonsentrasikan baktinya ke hadapan Sanghyang Widhi Wasa, misalnya dalam perpaduan arca, arca pahatan batu patung polinesia, warna, kembang, banten, dan lain-lain. Yantra telah dikenal sejak jaman Purba dimana oleh para Resi dan orang bijak memanfaatkan yantra untuk membantu mencapai tujuan kesuciannya.
Dalam manuskrip Carita Ratu Pakuan diceritakan : Gunung Cupu Bukit Tamporasih, patapaan Pwahaci Niwarti, nu nitis ka Tambo Agung, nu leuwih kasih, ahis tuhan Rahmatjuté, seuweu pahtih Prebu Wangi Serepong. Sira Punara Putih, ti Sumedanglarang. Gunung Cupu Bukit Tanporasih, mandala Tanpo Wahannan, srigina bukit Manghening, Patanjala panénjoan. Artinya : Gunung Cupu Bukit Tamporasih, pertapaan Pohaci Niwarti, yang menitis kepada Tambo Agung, yang penuh kasih sayang, adik tuan Rahmatjute, anak patih Prebu Wangi Serepong. Dialah Punara Putih, dari Sumedanglarang. Gunung Cupu Bukit Tanporasih, mandala Tanpo Wahanan sri gina bukit Manghening, Patanjala tempat memandang.
Keberadaan Batu Sandung atau Batu Lingga yang berbentuk persegi menyerupai kubus tersebut tentunya tidak terlepas dari sejarah peradaban para leluhur di masa lalu, menurut cerita dahulu Gunung Tampomas lebih dikenal dengan sebutan Gunung Agung atau Gunung Gede, karena mungkin merupakan gunung terbesar di wilayah Sumedang yang dahulu disebut Medang Kamulyaan atau Medang Kahyangan.
Medang Kamulyan sendiri mengandung makna bersinergi dengan Alam, karena semua unsur kehidupan terdiri atas : Tanah, Api, Udara dan Air, dimana gunung dianggap sebagai puncak tertinggi Puncak Manik dengan Sang Maha Pengendali Alam.
Sebagaimana umumnya peradaban gunung di masa lalu seperti gunung-gunung lain pada jamannya, Gunung Agung Tampomas pun memiliki peranan penting bagi perkembangan peradaban manusia yang hidup di wilayah Medang Kamulyaan atau Medang Kahiangan, sesuai keyakinan agama dan kebudayaannya kala itu, di mana gunung menjadi salah satu tempat yang disakralkan dan diagungkan, dimana tentu saja banyak tempat ritual keagamaan kala itu dipusatkan di puncak-puncak gunung dengan batu-batu baik alami atau pun disusun sebagai ciri Kabuyutan tempat ritus keagamaan jaman megalitik.
Dan Batu Sandung adalah salah satu peninggalannya, pada jaman animisme menjadi batu altar atau batu pangunggahan atau batu tempat memanjatkan puja dan persembahan . Begitu juga pada zaman pemujaan Hindu pengiring dari Kerajaan Salakanagara batu itu dahulu berfungsi untuk tempat meletakan arca-arca pada saat upacara pemujaan Agung, di mana manusia kala itu duduk melingkar-disekeilingnya. Di atas batu altar tersebut diletakan batu arca Batara Guru atau Arca Syiwa dan putranya Patung Ganesha, disertai beberapa patung polinesia dari setiap kemandalaan yang telah hilang.
Tempat wilayah pemujaan di lokasi pertama puncak manik terbagi menjadi dua teras, yaitu : teras pertama adalah tempat para tetua adat atau para pendita duduk melingkar mengitari batu Sandung dan teras kedua adalah tempat duduk dibelakang para siswa atau yang muda yang ikut serta dalam acara pemujaan kepada Ida Sanghyang Widi Wasa dalam manifesrasi kepada Dewa Siwa atau bakhta Siwa dalam ajaran Hindu.
Gunung Tampomas disebut-sebut dalam Naskah Bujangga Manik sebagai Gunung Tompo Omasdi wilayah Mĕdang Kahiangan. Naskah Bujangga Manik ini kemungkinan ditulis pada akhir abad ke 15 Masehi. Berjalan kira-kira antara 200-250 meter dari lokasi pertama yang ada batu sandung kita menuju penelitian , kita menuju lokasi penelitian kedua puncak manik Gunung Tampomas disini ada situs punden berundak dan tepat di depan teras pertama situs ini dipasang plang bertuliskan Suaka Peninggalan Cagar Budaya Wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Lampung.
Beberapa peninggalan arkeologis yang terdapat di kawasan Puncak Gunung Tampomas pernah beberapa kali diteliti. N.J. Krom pada 1914 pernah mencatat adanya bangunan berundak dari batu-batu terdiri empat teras. Untuk mencapainya ia melalui sebuah tangga batu. Di puncak bangunan berundak terdapat Patung Ganesha, batu dengan tanda bekas kaki dan enam benda kecil antara lain berbentuk genta atau kolotok dan satu lagi berbentuk landasan (Krom, 1915: 65).
Pada Januari 1987, Lucas Partanda Koestoro dari Laboratorium Paleoekologi dan Radiometri, Bandung (sekarang Balai Arkeologi Bandung) mengadakan penelitian deskriptif terhadap peninggalan di Sanghiang Taraje. Uraian hasil penelitiannya menguraikan kondisi dan dimensi bangunan berundak. Beberapa objek penting yang dicatatnya adalah arca menhir dari batuan andesit di halaman pertama, batu tatapakan atau batuan umpak, batu ajeg atau batu yang didirikan tegak, dan batu kasur yang terdapat di halaman ketiga (Koestoro, 1987: 38-39).
Di Puncak Manik itu terdapat objek berupa arca Ganesha, arca binatang dan sebuah bentuk tumpeng. Arca Ganesha yang terdapat di Puncak Manik dari bahan batuan andesitik. Ganesha digambarkan secara sederhana dalam posisi duduk, tangan kiri dilipat di depan dada, tangan kanan memegang ujung belalai.
- Undakan pertama merupakan pintu gerbang masuk, dengan anak tangga undakan tangga dari batu.
- Undakan kedua merupakan areal yang lebih luas sedikit daripada areal situs dengan pintu gerbang kedua dengan anak tangga pendek dari batu ke areal lahan kanan-kiri yang cukup luas, pada sebelah kanan terdapat batuan berlubang yang mungkin jaman dahulunya tempat keluarnya air untuk bersuci pada jaman prasejarah tirta atau jaman air laut belum surut dari daratan dan manusia prasejarah menempati puncak manik Gunung Tampomas.
- Undakan ketiga merupakan areal lokasi yang dianggapa makam kuno, yang luasnya kira-kira 8 x 17 m2, dipagar dengan tumpukan batu-batu besar dan didalam terdapat 3 makam kuno yang bersejajar dan terdapat juga batu kasur. Namun di lokasi makam terdapat gubuk-gubuk yang kurang memadai sehingga mempunyai kesan dan pandangan mata yang kurang sedap, walaupun fungsinya menyediakan tempat untuk menginap ketika berjiarah ke lokasi ini.
Lokasi penelitian kami terakhir di Puncak Manik Gunung Tampomas ini adalah Situs Palinggihan, areal lokasi ini luasnya lahan kira-kira antara 1500 m2, yang mana kemungkinan tempat ini merupakan hunian yang menempati ke lokasi ini disini ada beberapa batuan Lingga dan batuan tatapakan bekas bangunan berdiri, sesuai dengan sebutan yaitu Situs Palinggihan atau tempat tiinggal.
Pada lereng sebelah timur Gunung Tampomas terdapat lokasi yang disebut Blok Candi. Secara administratif lokasi tersebut merupakan wilayah Desa Narimbang, Kecamatan Congeang. Menurut keterangan masyarakat setempat pada sekitar tahun 1998 telah ditemukan arca batu, arca Siwa bukan arca Ganesha.
Arca Siwa yang kepala dan kedua tangannya diacungkan ke atas telah patah oleh perubahan jaman sehingga tidak terlihat patahannya, sementara kedua tangan lainnya dalam sikap menyilang di dada. Tangan kiri berada di atas tangan kanan. Bagian perut hingga kaki tidak digambarkan, patung tersebut direfrentasikan sebagai arca Siwa dalam ajaran Hindu.
Arca Siwa ini sekarang disimpan oleh saudara Ifan warga Desa Narimbang. Arca ini terbuat dari bahan batuan tufa berwarna kemerahan. Adapun tingginya arca ini yaitu 45 cm, lebar 25 cm dan tebal 15 cm.
Salam Santun
Post a Comment