Sejarah Sukapura Kabupaten Tasikmalaya
Awal Terbentuknya Sukapura
Dalam Sejarah Babon Leluhur Sukapura karya R Soelaeman Anggapradja tahun 1967, Wirawangsa merupakan putra pertama Dalem Wiraha yang menikah dengan putri dari Dalem Sukakerta (Sekarang Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya) dari keturunan Imbanagara Ciamis. Dia diangkat Sultan Agung Mataram atas jasanya menumpas pemberontak Dipati Ukur di Priangan. Atas jasanya itu, Wirawangsa diberi gelar Raden Tumenggung Wira Dadaha sebagai Bupati Sukapura pertama yang membawahi 12 kewedanaan dan 300 desa.
Sukakerta adalah cikal bakal Kabupaten Sukapura. Ibu kotanya di Dayeuh Tengah, Salopa, yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda-Pajajaran, berpusat di Pakuan. Penguasa pertama Sukakerta adalah Sri Gading Anteg yang hidup semasa Prabu Siliwangi bertahta di Pajajaran.
Pada 1579 Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh. Sejak itu, Sukakerta dan kerajaan Sunda kecil lainnya perhimpun di bawah kekuasaan Sumedang Larang. Pada masa Gesan Ulun berkuasa, Sukakerta dan kerajaan kecil lainnya terhimpit tiga kekuatan besar, yaitu oleh Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, dan Kesultanan Mataram.
Di antara tiga kekuatan besar tersebut, Kesultanan Mataram adalah kekuatan yang paling diwaspadai oleh Sumedang Larang. Pasalnya, Sultan Agung yang mulai bertahta di Mataram pada 1613, sangat berambisi untuk menguasai Tatar Sunda. Prediksi tersebut benar.
Pada 1620 Sumedang Larang berhasil ditaklukkan dan menyerahkan kekuasaannya kepada Mataram. Semenjak itu, Sukakerta pun berubah status menjadi koloni Mataram setingkat oemboel.
Ambisi Sultan Agung untuk menguasai seluruh wilayah Jawa bagian Barat berlanjut ke Banten dan Batavia sebagai dua wilayah yang belum berhasil ditaklukkan. Ketegangan antara Mataram dengan VOC pun menjadi faktor yang menyebabkan Sultan Agung sangat menginginkan untuk menguasai Batavia.
Maka, pada 1628, Sultan Agung memerintahkan Wedana Bupati Priangan, Dipati Ukur, beserta 11 oemboel bawahannya untuk melakukan penyerangan ke Batavia melalui jalur darat. Sedangkan jalur laut dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso beserta 10.000 pasukan Mataram. Penyerangan jalur darat dan laut rencananya akan dilakukan secara serentak.
Dalam perjalanan menuju ke Batavia, terjadi polemik di tengah pasukan Dipati Ukur yang memutuskan untuk berangkat terlebih dahulu dan memilih menunggu pasukan Bahurekso di daerah Karawang.
Selama hampir seminggu pasukan Bahurekso belum juga tiba, sementara pasokan logistik semakin menipis. Dipati Ukur memutuskan untuk melakukan penyerangan ke Batavia tanpa menunggu armada laut Bahurekso.
Empat oemboel yang tergabung dalam pasukan, yaitu Ki Wirawangsa dari Sukakerta, Ki Samahita dari Sindangkasih, Ki Astamangala dari Cihaurbeuti, dan Uyang Sarana dari Indihiang menentang keputusan Dipati Ukur.
Pasalnya keputusan Dipati Ukur merupakan makar terhadap keputusan susuhunan Mataram. Selain itu, pasukan Banten dan VOC memiliki kekuatan militer yang lebih kuat. Ki Wirawangsa berpendapat, jika aksi penyerangan itu tetap dilakukan dan balatentara Sunda menderita kekalahan, maka para oemboel beserta rakyatnya akan menanggung risiko yang sangat besar.
Perkiraan Ki Wirawangsa benar. Balatentara Dipati Ukur mengalami kekalahan. Akibat gagal merebut Batavia, 1630, Dipati Ukur beserta ribuan bala tentaranya ditangkap dan dihukum Sultan Agung di Mataram.
Setelah tragedi Ukur, Sultan Agung melakukan reorganisasi kekuasaan Mataram di wilayah Priangan. Sukakerta yang awalnya kekuasaan setingkat oemboel, berubah menjadi Sukapura yang kekuasaanya setara dengan Kabupaten.
Berkat jasa dan keberanian Ki Wirawangsa, 26 Juli 1632, Sultan Agung mengangkatnya menjadi Mantri Agung Bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha yang berkedudukan di Sukaraja.
Rakyat menyambut gembira atas terbentuknya Kabupaten Sukapura, karena Sultan Agung memberikan kemerdekaan penuh bagi rakyat Sukapura. Selama tujuh turunan, Rakyat Sukapura tidak perlu membayar upeti kepada Sultan Mataram. Ketentuan itu berlaku untuk seluruh wilayah kekuasaan Kabupaten Sukapura, meliputi Pagerbumi, Cijulang, Mandala, Kelapa Genep, Cipanaha, Lingga Sari, Cigugur, Parakan Tilu, Maroko, Parung, Karang, Bojongeureun, Suci; Panembong, Cisalak, Nagara, Cidamar, Saunggantang, Taraju, dan Malangbong.
Tembok-tembok sisa pendopo pemerintahan Sukapura berdiri di Desa Sukapura, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya |
Pada 1674, R. Tumenggung Wirawangsa wafat. Sepeninggalnya, roda pemerintahan Kabupaten berdiri kokoh, berganti generasi selama hampir empat abad,
Terbentuknya Pemerintahan di Sukapura, berkaitan erat dengan kemunduran serta kehancuran dari kejayaan Majapahit di Jawa Timur. Karena berawal dari sanalah cikal bakalnya Sukapura.
Berikut ini selintas tentang Sejarah Sukapura yang diambil dari catatan/dokumen peringatan Hari Jadi Sukapura ke 300 tahun serta pengetahuan Sesepuh Sukapura yang didapat secara turun temurun.
Pemerintahan Sukapura terbagi dalam tiga Periode yakni :
1. Periode Sukapura 1632–1628
2. Periode Manonjaya 1829–1901
3. Periode Tasikmalaya 1901–Sekarang
Kabupaten Sukapura berdiri dan diresmikan setelah selesai Perang Dipati Ukur yang tertuang dalam Piagam Sultan Mataram tepatnya tanggal 26 Juli 1632.
Yang menjadi Bupati pertama pada waktu itu adalah Rd. Wirawangsa. Diangkatnya menjadi Bupati karena beliau mampu merendam dan menghentikan Perang Dipati Ukur, setelah menjadi Bupati nama beliau diganti menjadi Rd. Tumenggung Wiradadaha ke 1, nama tersebut mengandung arti : Wira adalah Prajurit (satria) dan Dadaha = Penuh keberanian.
Setelah menerima gelar kehormatan dan pengukuhan jabatan sebagai Bupati maka beliau mengalihkan pusat pemerintahannya dari Sumedang ke Sukakerta tepatnya di Leuwi Loa (belakang Kecamatan Sukaraja Sekarang) dan diberi nama Sukapura yg mengandung arti : Suka = Tiang dan Pura = Negara
Piagam Pengangangkatan Ngabehi Wirawangsa menjadi Bupati Sukapura. (dari Sultan Agung)
“Penget serat piagem ingsoen soeltan kagadoeh dening ki ngabehi Wirawangsa kang satija maring ingsoen, soen djenengaken mantra agoeng Boepati Soekapoera, wedana kalih welas desane wong tigang atoes, ikoe kang kawerat dening ki wadana sarta soen pradikaken satoeroe (na) ne lan soen titipaken ngoelon ing Banten ngalor ing Tjirebon, adja na kang ngaribiroe sakarepe….. Titi serat piagem, kang anoerat dina senen tanggal ping sanga sasi moekaram taoen djim akir, kang anoerat abdaning ratoe poen nitisastra (Kutipan dari Sunardjo et al., 1978 : 52).
Terjemahan : Dengan piagam ini Sultan (Mataram) mengangkat Ngabehi Wirawangsa yang setia kepada Sultan menjadi mantra agung Bupati Sukapura, membawahi 12 kepala desa dengan penduduk 300 jiwa. Daerah itu emnjadi daerah perdikan sampai dengan keturunannya yang dititipkan ke Banten dan Cirebon. Jangan ada yang mengganggu….. Ini surat piagam ditulis tanggal 9 Muharram tahun jimakhir oleh abdi Ratu Nitisastra.
Atas kesetiaanya itu, selain diberi jabatan Bupati, segala penghasilan Wirawangsa hingga tujuh turunannya tak perlu disetorkan ke Mataram. Bahkan, Sultan Agung Mataram pun menganggap Wirawangsa sebagai orang tua. Tidak disebutkan berapa lama Wirawangsa menjadi Bupati, meski bukti bekas pemerintahannya ada di Leuwiloa, Sukaraja. Hanya saja, setelah wafat dengan meninggalkan 28 anak, jabatan Bupati Sukapura selanjutnya didapuk oleh putra ketiganya, yakni Djajamenggala yang memakai gelar Raden Tumenggung Wira Dadaha kedua. Wira artinya prajurit dan Dadaha adalah pemberani atau prajurit pemberani.
A. Periode Sukapura
1. Bupati Sukapura Ke Satu
Diantara Bupati yang dipercaya di tatar Pasundan oleh Sultan Agung pada masa itu hanya Raden Wirawangsa, karena beliau setia pada Sultan Agung, berani dan sakti serta cakap dalam pemerintahan sehingga disayang oleh Raja dan dihormati oleh rakyatnya dan yang lebih menakjubkan dari semua itu pemerintahan Sukapura dibebaskan dari segala bentuk upeti atau pajak untuk Mataram.
Raden. Wirawangsa menjabat Bupati Sukapura pada tahun. 1632–1674. Beliau dibantu oleh Raden Dewi Munigar sebagai Penasehat Utama.
Rd. Dewi Munigar adalah seorang wanita yang arif, bijaksana serta sakti, beliau mempunyai keistimewaan dalam pandangan batin, sehingga bila Raden Wirawangsa mempunyai kesulitan dalam mengelola Negara atau mempunyai masalah maka beliau meminta petunjuk pada Rd. Dewi Munigar.
Disamping penasehat. Raden Wirawangsa dibantu oleh dua orang Patih yakni Patih Raden Singadinata dan Wiradinata yang lebih dikenal dengan nama Mbah Jenggot.
Raden Wirawangsa sangat cakap dlm mengendalikan roda pemerintahan sehingga dipuji oleh Sultan Agung dan mendapat gelar Raden Tumenggung Wiradadaha yang artinya Prajurit yang gagah perkasa berani dlm membela keadilan dan kebenaran.
Sultan Agung memberi amanat kpd Raden Wirawangsa :
“Wahai Wirawangsa aku titipkan Sukapura kpdmu untuk engkau pimpin dan engkau olah menjadi Negara yg makmur, subur serta gemah ripah loh jinawi, maka saling fitnah untuk mencapai tujuan, hiduplah kalian dengan rukun, aman dan damai karena awal serta akhir akan dialami oleh anak dan cucumu serta turunan Sukapura karena esok atau lusa SUKAPURA NGADAUN NGORA yang artinya Negara Sukapura akan lebih maju, maju dlm segala hal baik pertanian ataupun pembangunan untuk mencapai kesejahteraan hidup”.
Demikianlah wejangan dari Sultan Agung Raja Mataram yang Adil dan Bijaksana.
Raden Tumenggung Wiradadaha memimpin Negara Sukapura dengan 12 Wilayah Kawedanaan dgn adil dan Bijaksana sehingga Negara Sukapura menjadi Negara yang Aman, makmur dan rakyatnya cukup sandang serta cukup pangan.
Kedua belas Wilayah itu antara lain :
1. Sukakerta,
2. Kalapa Genep
3. Linggasari
4. Parakan Tilu (Pameungpeuk)
5. Parung
6. Karang
7. Bojong Eureun
8. Suci (Garut bagian Timur)
9. Panembong (Garut)
10. Cisalak (Subang bagian Selatan)
11. Nagara (kandang wesi / Batuwangi)
12. Cidamar (Cidaun / Sindangbarang)
Dari 12 Kewedanaan tersebut Desanya ada 300 Solak (KK) yang setiap KKnya pada waktu itu diperkirakan 4 sampai 5 orang.
Raden Tumenggung Wiradadaha memerintah kebupatian selama 42 tahun. Dengan mempunyai 28 orang anak. Beliau wafat pada tahun 1674 dan dimakamkan di Pasir Baganjing Sukaraja.
2. Bupati Sukapura Ke Dua
Setelah Raden Tumenggung Wiradadaha wafat kemudian Raden Jayamanggala putra no. 3 naik tahta menggantikan ayahandanya.
Raden Jaya Manggala menjabat Bupati Sukapura ke 2 pada tahun 1674–1675. Dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha II. Beliau menjabat hanya satu tahun karena ada satu peristiwa yang menewaskannya.
Mengenai peristiwa ini ada 3 versi tapi wallahu ‘alam karena hanya Allah Yang Maha Tahu. Dan yang pasti makamnya beliau (ada di Pasirhuni) tidak boleh diziarahi.
Bupati ini. meninggalkan 8 orang putra-putri dari beberapa orang istri dan terkenal dengan sebutan Dalem Tambela
3. Raden Anggadipa / R. T. Wiradadaha III (Dalem Sawidak) menjabat dari tahun 1674–1716.
Setelah Dalem Tambela wafat maka digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Anggadipa dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha II. Beliau terkenal dengan sebutan Dalem Sawidak karena beliau memiliki 62 orang putra-putri dari beberapa orang Istri.
Beliau wafat dan dimakamkan di Baganjing Sukaraja bersebelahan dengan makam Raden Tumenggung Wiradadaha I
4. Raden Subamanggala / R.T. Wiradadaha IV, Menjabat dari tahun 1716–1745
Beliau ini adalah putra ke 2 dari Raden Anggadipa sedangkan kakaknya Raden Yudhanegara tdk bersedia menjadi Bupati tp lbh suka jd Patih.
Raden Subamanggala menjabat sbg bupati dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV dan dibantu oleh dua orang Patih yakni, Patih pertama adalah kakaknya sendiri Raden Yudhanegara dan Patih yang kedua adalah Raden Somanegara saudaranya yang ke 27.
Raden Subamanggala terkenal dgn sebutan Dalem Pamijahan. Disebut Dalem Pamijahan karena diantara para Bupati di Tatar Pasundan hanya Sukapura lah yg dibebaskan dari segala bentuk upeti selama 7 turunan oleh kerajaan Mataram, krn masalah inilah yang membuat kabupaten lainnya merasa iri, sehingga terjadi fitnah di zamannya.
Dalem Pamijahan atau Raden Tumenggung. Wiradadaha IV atau Raden Subamanggala adalah Murid sekaligus menantunya dari Syekh Haji Abdul Muhyi dan beliau tdk memiliki keturunan. Beliau wafat dan dimakamkan di Pamijahan, sdgkan kakaknya yg menjabat sbg Patih R. Yudhanegara wafat dan dimakamkan di sebelah selatan dari Makam Syekh Haji Abdul Muhyi.
5. Raden Sacapati / R.T. Wiradadaha V, menjabat dari tahun 1745–1747
Setelah Raden Subamanggala wafat lalu digantikan oleh keponakannya yang bernama Raden Sacapati yang merupakan anak dari Dalem Abdul. Dalem Abdul atau Raden Anggadipa ini adalah adiknya R. Subamanggala atau anak no. 3 dari Dalem Sawidak. Sebenarnya Dalem Abdul ini yang dicalonkan untuk menjadi Bupati kelima namun menolaknya dan menyerahkan kpd anaknya, karena Dalem Abdul lbh suka menuntut Ilmu kebatinan dan kesaktian.
Raden Sacapati atau R.T Wiradadaha V wafat dan dimakamkan di Baganjing dengan meninggalkan 10 org putra-putri dari beberapa orang istri.
6. Raden Jaya Anggadireja / R.T. Wiradadaha VI atau lbh dikenal dgn sebutan Dalem Ciwarak, menjabat dari tahun 1747–1765
Setelah Raden Sacapati wafat maka Raden Jaya Anggadireja yang merupakan anaknya yang no. 2 naik ke Parabon dengan gelar Raden Adipati Wiradadaha VI atau lebih terkenal dengan sebutan Dalem Ciwarak.
Di masa pemerintahan beliau, Nyi Raden Larang, ibunya beliau sempat menjadi Bupati juga. Hal ini dilakukannya untuk mengisi kekosongan pemerintahan karena Beliau dipanggil ke Batavia untuk dimintai keterangan tentang isi yang dikirim Patih yang iri pada beliau. Dan inilah Bupati Wanita yang pertama di Sukapura meskipun menggantikannya untuk sementara waktu. Hal itu dibuktikan dengan adanya bukti makam Bupati Wanita di Baganjing.
Raden Jaya Anggadireja wafat dan dimakamkan di Baganjing dgn meninggalkan 3 orang Putra dari 2 Istri.
7. Raden Jayamanggala II / R.T. Wiradadaha VII atau lebih dikenal dengan nama Kangjeng Dalem Pasirtando, menjabat dari tahun 1765–1807
Beliau ini adalah putra Raden Jaya Anggadireja no. 1 yang sempat pula menjadi Bupati Sementara pada waktu ayahnya menetap di Ciwarak ketika dibebaskan dari tahanan yang tidak mau kembali ke Sukapura.
Raden Jayamanggala jadi Bupati Ke 7 dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VII atau lebih dikenal dengan nama Kangjeng Dalem Pasirtando.
Beliau wafat dan dimakamkan di Pasirtando dengan meninggalkan 37 orang putra-putri dari beberapa orang istri
8. Raden Anggadipa II / R. Tumenggung. Wiradadaha VIII (Dalem Sepuh) menjabat dari tahun 1807–1811
Beliau ini adalah putra Raden Jayamanggala no. 5 dan menjabat Bupati dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII atau lebih dikenal dengan nama Dalem Sepuh.
Selama beliau menjabat banyak sekali cobaan, salah satunya dicopot jabatan Bupati oleh Residen Cianjur (Holenberke) karena tidak mematuhi perintahnya, bahkan beliaupun dihukum buang ke Sumedang maupun menjadi tahanan di Cianjur.
Beliau yang memindahkan Kabupaten dari Leuwi Loa ke Empang (sekarang Kecamatan Sukaraja)
9. Raden Suryalaga atau lbh dikenal dengan sebutan Dalem Ta’lum, menjabat dari tahun 1811–1814
Beliau ini adalah Bupati Sumedang yang diangkat oleh Residen Cianjur (Holenberke) untuk mengisi kekosongan pemerintahan selama Raden Anggadipa II atau Raden Tumenggung Wiradadaha VIII lagi menjalani cobaan.
10. Raden Anggadipa II / Wiradadaha VIII, jadi Bupati lagi dari tahun 1814–1836
Beliau menjabat kembali jadi Bupati setelah ada kesepakatan dan janji antara Patih Raden Arya Danuningrat dengan Residen Cianjur Holenberke.
Pd masa beliaulah pusat pemerintahan beralih dari Sukapura ke Arjawinangun (skrg Manonjaya) tepatnya pada tahun 1829. Setelah itu, pada tahun 1834 pemerintahan berpindah ke Pasir Panjang Manonjaya dan menjadi Bupati Pertama di Manonjaya.
Beliau wafat tahun 1836 dan dikebumikan di Tanjungmalaya dengan meninggalkan 14 orang putra dan putri dari beberapa orang istri.
B. Periode Manonjaya
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa yg menjadi Bupati pertama di Manonjaya itu adalah Raden Anggadipa II atau Raden Tumenggung Wiradadaha VIII, beliau jadi Bupati Pertama yang pemerintahannya di Manonjaya dari tahun 1829–1836.
11. Raden Arya Danuningrat / R. T. Wiratanubaya I (Dalem Danuningrat) menjabat sebagai Bupati ke IX dari tahun 1836–1844
Patih Raden Arya Danuningrat yg merupakan adik dari Raden Anggadipa II atau Raden Tumenggung Wiradadaha VIII ini kemudian naik takhta menjadi Bupati Sukapura ke IX atau Bupati kedua yg pemerintahnnya di Manonjaya dgn gelar Raden Tumenggung Wiratanubaya I atau lbh dikenal dgn sebutan Dalem Danuningrat.
Beliau menjabat Bupati dibantu oleh Patih Raden Arya Anggadireja. Beliau wafat dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Tanjungmalaya dengan meninggalkan 13 orang putra dan putri dari beberapa orang istri.
12. Raden Rangga Wiradimanggala / R.T. Wiratanubaya II (Dalem Sumeren), menjabat sebagai Bupati ke X dari tahun 1844–1855
Raden Rangga Wiradimanggala ini adalah anaknya Raden Arya Danuningrat no.1. Sebagai waris keprabon beliau menjabat Bupati Sukapura ke X gelar Raden Tumenggung Wiratanubaya II atau lebih dikenal dengan sebutan Dalem Sumeren.
Beliau wafat dan dimakamkan di Tanjungmalaya dengan tidak memiliki keturunan (Nunggal Pinang)
13. Raden Wiradireja / R. Adipati Wiradegdaha (Dalem Bogor), menjabat sebagai Bupati ke XI dari tahun 1855–1875
Beliau ini adalah adiknya Raden Rangga Wiradimanggala atau anaknya Raden Arya Danuningrat no. 2 dan menjadi Bupati Sukapura ke XI pada tahun 1855, selanjutnya pada tahun 1865 berganti nama menjadi Raden Wiradegdaha kemudian pada tahun 1872 beliau menerima gelar Adipati sehingga nama lengkapnya jadi Raden Adipati Wiradegdaha.
Setelah menerima gelar Adipati, beliau mendapat tugas dari Residen Belanda untuk memungut pajak tanah yang diwajibkan oleh pemerintah Belanda. Namun beliau menolak dgn alasan jika tanah tidak diolah bgaimana dpt menghasilkan, sedangkan pemungutan pajak atas tanah yang dimiliki oleh rakyat itu sangat memberatkan. Dgn penolakan tsb maka beliau diasingkan ke Bogor, maka beliau lbh dikenal dgn sebutan Dalem Bogor.
Beliau Wafat dan dimakamkan di Tanjungmalaya dgn meninggalkan 37 orang putra – putri dari beberapa istri.
14. R. Demang Danukusumah / R. Adipati Wirahadiningrat, (Dalem Bintang) menjabat Bupati ke XII dari tahun 1875 – 1900
Beliau ini adalah adiknya Raden Wiradireja / Raden Adipati Wiradegdaha atau anaknya Raden Arya Danuningrat no.7.
Raden Demang Danukusumah naik tahta dgn gelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat yg miliki prestasi sbb :
Tahun 1889 diangkat gelarnya menjadi Adipati
Tahun 1893 mendapat medali emas
Tahun 1898 mendapat payung kebesaran
Tahun 1900 mendapat Bintang.
Dengan mendapatnya Bintang Kehormatan, maka beliau dikenal dgn sebutan Dalem Bintang. Beliau menjadi Bupati Sukapura XII dgn pusat pemerintahan di Manonjaya. Beliau dikaruniai 19 orang putra-putri dan Wafat tahun 1900 dimakamkan di Tanjungmalaya.
C. Periode Tasikmalaya
15. Raden Danuningrat / R.Tumenggung Prawira Hadiningrat atau lebih dikenal dengan sebutan Dalem Aria, menjabat Bupati ke XIII dari tahun 1900–1908
Wafatnya Dalem Bintang, kursi kepemimpinan jatuh pada putra Dalem Bogor yg pertama yaitu Raden Danuningrat sebagai Bupati Sukapura XIII dgn gelar Raden Tumenggung Prawira Hadiningrat yg pusat pemerintahannya di Manonjaya.
Pada tanggal 1 Oktober 1901 beliau mengalihkan Pusat pemerintahannya dari Manonjaya ke Tasikmalaya.
Sejak Beliaulah pemerintahan berada di Tasikmalaya hingga sampai pemisahan
Kabupaten dan Kotamadya dan beliau merupakan Bupati Sukapura Pertama yg pemerintahannya di Tasikmalaya.
Beliau wafat dan dimakamkan di Tanjungmalaya dgn meninggalkan 13 orang putra – putri.
16. Raden Saleh Wiratanuningrat / R.A.A. Wiratanuningrat, menjabat Bupati ke XIV dari tahun 1908–1937
Raden Saleh Wiratanuningrat ini adalah anaknya Raden Danuningrat / R.T. Prawira Hadiningrat (Dalem Aria) yg no. 1. Beliau diangkat jd Bupati Sukapura XIV pada tgl 23 Agustus 1908.
Selama menjabat Bupati yg berpusat di Tasikmalaya, beliau memiliki prestasi antara lain :
1. Mendapat Gelar Arya dan Adipati
2. Mendapat Payung Kuning sebagai tanda kebesaran karena Beliau berhasil membuat Lakbok menjadi Persawahan (Pertanian)
3. Memiliki 10 Wilayah pemerintahan antara lain :
- Tasikmalaya
- Manonjaya
- Ciawi
- Singaparna
- Taraju
- Karangnunggal
- Cikatomas
- Banjar
- Pangandaran
- Cijulang
Pada tanggal 1 Januari 1913 nama nama Kabupaten Sukapura diganti menjadi Kabupaten Tasikmalaya hingga sekarang dan Beliaulah Bupati Tasikmalaya yg Pertama. Tahun 1937 Beliau Wafat dgn meninggalkan 19 orang putra-putri.
17. Raden Mintragna / R.A.A. Wiradiputra, menjabat Bupati ke XV dari tahun 1938–1944
Raden Mintragna adalah anaknya Bupati XII Raden Demang Danukusuma (Dalem Bintang) yang no. 4. Beliau menjadi Bupati Tasikmalaya XV dgn gelar Raden Arya Adipati Wiradiputra.
Selama kepemimpinannya banyak sekali pasang surutnya percaturan politik karena beliau hidup di dua zaman yakni zaman Belanda dan Zaman Jepang.
Pada zaman Jepang beliau banyak mengalami masa sulit dan pd tahun 1944 beliau mengundurkan diri dari jabatan Bupati.
18. Raden Tumenggung Sunarya, menjabat Bupati ke XVI dari tahun 1944–1947
Setelah Raden Mintragna mengundurkan diri maka Raden Sunarya menjalankan roda pemerintahannya sebagai Bupati Sukapura ke XVI.
Pada pertengahan th. 1947 terjadilah perang kolonial dan untuk menghindari kekacauan maka Raden Tumenggung Sunarya beserta keluarga mengungsi ke Lebak Siuh.
Dengan perginya beliau maka terjadilah kekosongan pemerintahan. Belanda pun berusaha mencarinya namun tdk ditemukan hingga mrk mnemukan Raden Mintragna atau Raden Arya Adipati Wiradiputra mantan Bupati sebelumnya yg tlh lanjut usia di tempat pengungsian di daerah selatan Manonjaya tepatnya di Cadas Beulah. Maka Mantan Bupati tsb diangkat kembali menjadi Bupati Tasikmalaya.
19. R.A.A. Wiradiputra (yang kedua kali), menjabat Bupati ke XVII dari tahun 1947–1948
R.A.A Wiradiputra atau Raden Mintragna ini menjadi Bupati Tasikmalaya yang kedua kalinya. Karena pada kondisi saat itu hanya Beliaulah yg tepat untuk mengatasi segala permasalahan di kabupatian. Namum Beliau hanya bertahan satu tahun krn pada tahun 1948 beliau mengundurkan diri dikarenakan usianya yg sudah lanjut.
Beliau Wafat dan dimakamkan di Tanjungmalaya pada tanggal 22 Mei 1959 dengan meninggalkan 3 (tiga) orang Putri.
20. Raden Tubagus Abas Wilagasomantri, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 1948–1951
21. Raden Priatnakusumah, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 1951–1957
22. Raden Ipung Gandapraja, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 1957–1958
23. Raden Memed Supartadiredja, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 1958–1966
24. Kolonel Inf. Husen Wangsaatmadja, menjabat Bupati Tasikmalaya dari Februari 1966 – 14 Februari 1974
Sejak beliau ini lah kebupatian tidak lagi dari kalangan ningrat karena saat Orde Baru bergulir yang menjabat sebagai Bupati adalah kalangan Militer yang berpangkat Kolonel.
25. Drs. H. Kartiwa Suryasaputra, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tanggal 14 Februari 1974–5 Maret 1976
Setelah masa Kolonel Inf. Husen Wangsaatmadja pensiun maka Bupati pun ditunjuk oleh seorang Gubernur yang berpusat di Bandung dengan masa pemerintahannya selama 5 tahun sekali.
26. Kolonel Inf. A Benyamin, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tanggal 5 Maret 1976–5 Maret 1981. (Kembali lagi ke Militer)
Pada masa beliau tonggak sejarah kelahiran kota Tasikmalaya dengan diresmikannya Kota Administratif Tasikmalaya melalui PP No. 22 Tahun 1976 oleh Mendagri H. Amir Machmud. sekaligus dilantiknya Drs. H. Oman Roosman sbg Walikota Administratif Pertama oleh Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat H. Aang Kunaefi. (Lengkapnya lht di Tasikmalaya Dulu dan Sekarang)
27. Kol. Inf. H. Hudly Bambang Aruman, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tanggal 5 Maret 1981–8 Maret 1986
28. Kol. Inf. H. Adang Roosman, SH, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tanggal 8 Maret 1986–8 Maret 1991
29. Kol. Inf. H. Adang Roosman, SH, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tanggal 8 Maret 1991 – 8 Maret 1996. (Kembali ditunjuk untuk yang kedua kalinya).
30. Kol. Inf. H. SuIjana Wirata Hadisubrata, menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 1996–2001
Beliau adalah Turunan Sumedang. Di Masa beliau adalah dirintisnya pembentukan Pemerintahan Kota Tasikmalaya.
31. Drs. H. Tatang Farhanul Hakim, M.Pd., menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 2001–2006
Beliaulah Bupati Pertama yg dipilih oleh rakyat melalui PEMILU. Karena di masa beliau adalah Era Reformasi yang mana para Bupati yang terpilih tidak lagi ditunjuk oleh Gubernur dan tidak harus dari kalangan Militer, namun rakyat sipil pun dapat menduduki jabatan Bupati.
Dibawah kepemimpinan Beliau Pemerintahan Kota Administratif Tasikmalaya mesmi menjadi Kotamadya Tasikmalaya. Pembentukan Pemerintahan Kota ini untuk menjadi daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri. Sebagai PJ Walikota Tasikmalaya adalah Drs. H. Wahyu Suradiharja. (Lengkapnya lihat di Tasikmalaya Dulu dan Sekarang)
32. Drs. H. Tatang Farhanul Hakim, M.Pd., menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 2006-2011. (Kembali dipilih untuk yang kedua kalinya).
Dimasa Beliaulah Pemerintahan Kabupaten pindah ke Singaparna,
33. H. UU Ruzhanul Ulum, SE, Menjabat Bupati Tasikmalaya dari tahun 2011-2016
Selama kurun waktu 378 tahun (1632 – 2010) atau dalam 3 (tiga) masa ada 28 orang dari 31 kali pergantian kepemimpinan (Bupati) yakni :
1. Masa Kerajaan : Di masa ini hanya para ningratlah yang berhak menduduki jabatan sbg Bupati dan untuk menjabat pemerintahannya pun dengan cara turun temurun atau harus dari keluarga tsb. Pada masa ini ada 21 Orang yang pernah menjabat diantaranya :
a. Periode Sukapura ada 9 orang yg diantaranya ada 1 orang pernah menjabat 2 kali periode dan tempat yang berbeda (Sukapura dan Manonjaya)
b. Periode Manonjaya ada 4 orang
c. Periode Tasikmalaya ada 9 orang dan diantaranya ada 1 orang pernah menjabat 2 kali periode
2. Masa Orde Baru : hanya dari kalangan Militerlah yg berhak menduduki jabatan sbg Bupati dgn pangkat Kolonel dan untuk menjabat pemerintahannya dgn cara ditunjuk oleh Gubernur. Pada masa ini ada 6 Orang dan diantaranya ada 1 orang pernah menjabat 2 kali periode.
3. Masa Reformasi : Siapapun dapat menduduki jabatan sbg Bupati dan untuk menjabat pemerintahannya dgn sistem PEMILU. Pada masa ini ada 2 org dan diantaranya ada 1 org pernah menjabat 2 kali periode
Pada masa ORBA dan Reformasi kedudukan Bupati telah ditentukan lamanya memimpin yakni 5 tahun.
Referensi :
– Bupati Tasikmalaya Dari Masa Ke Masa, Afrudin Achmad, Tasikmalya, 2001.
– Sejarah Sukapura, R. Achmad Suhara, Tasikmalaya, 1901
– Sejarah Pasarean Mataram I, Jogyakarta, 1928
– Pahlawan Dipanagara Berjuang, Sagimun M.D, Jakarta, 1986
– Bausastra Jawa, S. Praworoatmodjo, Jakarta, 1996
– Hari Jadi Tasikmalaya, Pemda II Tasikmalaya
Post a Comment