Sejarah Budaya Peradaban Sunda
Mengutip
buku Atmamiharja (1958:8), Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau
yang dinamai Sunda yang terletak disebelah timur India, yang kemudian
ahli-ahli bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan
beberapa pulau di timur India. Dari penelesuran kepustakaan, kata Sunda
seperti dikatakan Rouffer (1905:5), merupakan pinjaman kata kebudayaan
Hindu seperti juga kata-kata Sumetera, Madura, Bali, Sumbawa yang
semuanya menunjukkan nama tempat.
Kata
Sunda sendiri, kemungkinan berasal dari akar kata "Sund" atau kata
"Suddha" dalam bahasa Sangsakerta yang bermakna bersinar, terang, putih
(William, 1872;1128, Eringa 1949;289). Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan
bahasa Bali pun terdapat kata "Sunda" dengan pergertian bersih, suci,
murni, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada
(Mardawarsito, 1990:569-557, Anandakusuma, 1986: 185-186; Winter,
1928:219).
Ahli
geologi Belanda RW Van Bemmelen, mengatakan, Sunda adalah suatu istilah
yang digunkan untuk menamai dataran bagiab baratlaut India Timur,
sedangkan dataran bagian tenggarannya dinamai SAHUL. Dataran Sunda
dikelilingi sistem GUNUNG SUNDA yang melingkar (Circum-Sunda Mountain
System) yang panjangnya sekitar 7000 km. Dataran Sunda terdiri dari dua
bagi, yaitu bagian utara, meliputi Kepulauan Philipina dan pulau-pulau
karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat, serta bagian selatan yang
terbentang dari barat sampai ke Timur mulai dari Lembah Brahm aputera di
Assam (India) hingga Maluku bagian selatan. Dataran Sunda itu bersambug
dengan kawasan sistem Gunung Himalaya di barat dan dataran Sahul di
timur, pendapat dari Van Bemmelen (1949:2-3).
Selanjutnya,
sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama
dengan mengunakan istilah Sunda yakni Kepulauan Sunda Besar dan
Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar adalah himpunan pulau besar
yang terdiri dari Sumetera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan
Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores,
Sumba, Timor (Bemmelen, 1949:15-16). Mengutifp Gonda (1973:345-346) pada
mulanya kata "Suddha" dalam bahasa Sangsakerta diterapkan pada sebuah
Gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa yang dari jauh
tampak putih karena tertutup abu asal gunung tersebut. Gunung Sunda itu
terletak di bagian barat Gunung Tangkuban Parahu. Kemudian nama tersebut
diterapkan pula pada wilayah gunung itu berada dan penduduknya. Mungkin
sekali, pemberian nama Sunda bagi wilayah bagian barat itu diilhami
oleh sebuah kota dan atau kerajaan di India yang terletak di pesisir
barat India antara Goa dan Karwar (Eni, IV, 1921:14-15). Selanjutnya,
Sunda dijadikan nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawadwipa yang
beribukota di Pakuan Pajajaran, sekitar kota Bogor sekarang. Kerajaan
Sunda itu telah diketahui berdiri pada abad ke-7 Masehi dan berakhir
pada tahun 1579 Masehi, (Danasasmita dkk, III, 1984:1-27 dan
Djajadiningrat, 1913:75). Dari segi pengetahuan tersurat, akses
informasi untuk mengetahui dan mempelajari khazanah kebudayaan Sunda
masih dirasa kurang.
Pada
umumnya awal peradaban di Dunia ini berada di sepanjang sungai yang
dimulai dari peradaban maritim atau bahari - sungai, diantaranya :
1. Sungai Gangga (Kali Gangga - Kalingga) - Sungai Yamuna di India melahirkan peradaban Harrapa Mohenjo Daro.
2. Sungai Yang Tze Kiang di China melahirkan peradaban Tiongkok.
3. Sungai Amazon -Sungai Misisipi di Amerika melahirkan peradaban Aztec, Inca dan Maya.
4. Sungai Nil di Mesir melahirkan peradaban Mesir Kuno.
5. Sungai Eufrat - Sungai Tingris melahiran peradaban Sumeria -Akadia.
6.
Sungai Citarum/Aki Tirem (Asal kata dari Ti Rama - Misi Rama) - Sungai
Cimanuk/Rawa Manuk / Prabhu Sindhula - melahirkan peradaban Sunda
Besar.
Sungai Citarum dan Cimanuk tersebut kemudian menjadi wilayah negara yang disebut dengan Nagara Matarum, yang berasal dari kata : Medang atau Cimanuk dan Taruma Nagara atau Citarum (Ti Rama - Tirem). Medang Kamulan kemudian diwariskan oleh Prabu Sindhula kepada Dyah Galuh Kandiawati atau Ratu Dayang Sumbi, diteruskan oleh sang adik yaitu Jalu Kandiawan/Dewata Cengkar/Suryawarman (atau dalam bahasa Sunda dikenal dengan istilah di-Wali-keun -Kawali). Selanjutnya generasi berikutnya dikenal dengan dinasti Medang dan Galuh. Tarumanagara dari Pangeran Wisnugopa/Si Tumang (Resi Taruma Hyang) dan Ratu Dayang Sumbi kepada Pangeran Nandhi Swara, yang kemudian menurunkan dinasti Sunda. Taruma Nagara dan Medang kemudian menurunkan kerajaan-kerajaan sebagai wujud pembawa misi negara. Kedua dinasti ini yaitu Sunda - Medang atau Galuh, kemudia mengembangkan sistem ketatanegaraan di dalam menjalan misi Mulla Sarwa Stiwa Danikaya dalam dinasti :
1. Salaka Nagara tahun 78 M/0 Tahun Saka. Awal dari tonggak sejarah kenegaraan di Nusa Jawa yang didirikan oleh :
- Aji Saka/Haji Raksa Gapura Sagara/Prabhu Sungging Purbangkara, yang berkedudukan di Gunung Raksa pulau Panaitan.
- Aki Tirem/Manikmaya/Sang Hyang Watu Gunung/Sang Aki Luhur Mulya/Juru Labuan I, yang berkedudukan di Gunung Salak atau Guru Nu Agung Salaka Nagara.
2. Sri Bima/Taruma Nagara tahun 314 M/236 Saka. Dipelopori oleh Pangeran Wisnugopa/Resi Taruma Hyang (Si Tumang)/Pangeran Dewawarman. Didirikan oleh Pangeran Nandhi Swara/Maharaja Punawarman/Sang Guru Hyang/Sri Wijaya I/Indra Giri/Aji Saka IV, berkedududukan di leuweung Karaton Purwakarta.
3. Punta/Cupunagara/Indraprasta/Puntanagara tahun 480 M/402 Saka. Dipelopori oleh Maharaja Tarusbawa/Sri Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manumanggalajaya Sundasembawa/Sang Tri Trusta dan didirikan oleh Maharaja Sempakwaja, yang berkendukan di Geger Sunten Gunung Tangkuban Perahu.
4. Narayana/Banjaran (Banjarnegara) tahun 600 M/522 Saka. Dipelopori oleh Maharaja Purbasora dan didirikan oleh Rakeyan Jamri. Berkedudukan di Denuh (Medang Kamulya'an/Medang Kamulan) wilayah Ciamis Selatan (sekarang).
5. Madura -Suradipati atau Pajajaran Nagara tahun 1200 M/1122 Saka. Dipelopori oleh Maharaja Kayuwangi berkedudukan di wilayah Medang Kamulan (Ciamis sekarang), didirikan oleh :
~ Maharajaresi Dharmawangsa/Twah Jaya/Sri Katon/Jaya Katwang/Makkuta Wangsanagra.
~ Maharajaresi Dharmasiksa/Anusapati/Kuwu Tumapel (Taruma Pamaluyu)/Makkuta Wangsanagara Galunggung/Prabu Guru Darmasiksa Paramarta Sang Mahapurusa/Sang Prabhu Sanghyang Wisnu. Berkedudukan Lawang Gintung Pakujajar setelah dipindahkan oleh Hyang Buni Sora dari Kawali -Ciamis tahun 1357 M/1279 Saka, kemudian dipindahkan lagi ke Nagara Karta Rahayu/Pakuan Pajajaran oleh Wastukancana.
Struktur penerjemahan makna dari perjalanan sejarah budaya Sunda ini diantaranya mengacu pada dsiplin Ilmu Panca Curiga, yaitu :
1. Sindir - Sampir yang bermakna Ungkapan yang tidak langsung atau Jejak.
2. Silib yang bermakna Perumpamaan atau Gambaran.
3. Siloka yang bermakna Simbol atau Metafora atau Persobfikasi (Perlambangan)
4. Sandi tina Simbul yang bermakna Kode atau petunjuk spesifik.
5. Sasmita yang bermakna prediksi yang mendekati kebenaran berdasarkan pemahaman dan analisa.
Post a Comment